Friday, July 9, 2021

Sumber-sumber Pembiayaan SPAM Di Indonesia (Studi Kasus SPAM Semarang Barat)

Sumber Pembiayaan SPAM di Indonesia



Sumber pembiayaan adalah cara yang digunakan untuk memperoleh sumber daya keuangan yang diperlukan dan melakukan aktivitas tertentu. Terdapat dua sumber pembiayaan pemerintah yaitu sumber pembiayaan pemerintah yang reguler dan sumber pembiayaan pemerintah yang non reguler. (Ismanto, 2018) Ada beberapa sumber pembiayaan yang memungkinkan untuk proyek SPAM (Sudarsono, R. A., & Nurkholis, 2020) Yaitu :

A. Anggaran  Pendapatan  dan  Belanja  Negara (APBN)

APBN, untuk pengembangan SPAM diperuntukkan bagi pengembangan SPAM di perkotaan dan perdesaan, meliputi: (i) pembangunan sistem baru (karena sistem belum tersedia di wilayah tersebut atau sudah ada, namun kapasitas yang ada sudah tidak mencukupi); (ii) peningkatan kapasitas sistem (modifikasi unit komponen sistem yang sudah terbangun untuk meningkatkan kapasitas); dan (iii) perluasan cakupan pelayanan (melalui pengembangan jaringan distribusi).

B. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

APBD, provinsi maupun kabupaten/kota mengalokasikan anggaran pengembangan SPAM antara lain melalui penyertaan modal kepada PDAM. Bentuk pengembangan SPAM yang dapat dilakukan dengan APBD lebih fleksibel, yaitu sebagaimana pengembangan dengan APBN serta pengembangan jaringan distribusi hingga unit pelayanan di pelanggan.

C. Dana Alokasi Khusus (DAK)

Pengembangan SPAM yang dapat didanai DAK meliputi: (i) perluasan SPAM jaringan perpipaan melalui pemanfaatan kapasitas yang belum termanfaatkan; (ii) pembangunan baru bagi daerah yang belum memiliki layanan air minum (baik SPAM perpipaan maupun non perpipaan terlindungi); dan (iii) penambahan kapasitas dari sistem yang telah terbangun

D. Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Rencana Kerja Anggaran (RKA) Pinjaman Luar Negeri disusun sebagai bagian dari Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKAKL) APBN. Dengan demikian, pengembangan SPAM yang didanai dari Pinjaman Luar Negeri meliputi kegiatan sebagaimana yang dapat didanai oleh APBN

E. Pinjaman Perbankan

Pinjaman perbankan bagi PDAM dilakukan berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 29 Tahun 2009 tentang Pemberian Jaminan dan Subsidi Bunga oleh Pemerintah Pusat dalam Rangka Percepatan Penyediaan Air Minum. Pemerintah memfasilitasi pelaksanaan program dengan persyaratan kinerja PDAM sehat, memiliki tarif FCR, tidak ada utang atau bagi PDAM yang memiliki tunggakan wajib mengikuti program restrukturisasi, dan mendapat persetujuan Menteri Keuangan.

F. Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU)

Perpres Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur menyatakan bahwa Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dapat bekerja sama dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur melalui skema KPBU. Komponen SPAM yang dapat dikerjasamakan dengan Badan Usaha umumnya adalah pembangunan unit produksi (instalasi pengolahan air minum), namun tidak menutup kemungkinan kerja sama pada pembangunan komponen lain yang menarik minat badan usaha untuk berinvestasi dalam pengembangan SPAM tersebut

G. Corporate Social Responsibility (CSR)

Pengembangan SPAM menggunakan dana CSR dapat berupa pembangunan sistem baru maupun pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan SPAM

H. Investasi PDAM

Untuk meningkatkan pelayanan dan/atau memperluas cakupan layanan, PDAM dapat menginvestasikan dana internal PDAM yang berasal dari laba perusahaan. Aset yang disetor tersebut selanjutnya akan menambah ekuitas PDAM.

Dalam pembangunan SPAM terdapat alokasi dana dari pemerintah pusat maupun daerah yaitu berupa APBN dan APBD hal ini berkaitan dengan RPJMN 2015–2019 menargetkan pencapaian 100% akses layak air minum pada akhir tahun 2019, artinya seluruh masyarakat Indonesia akan mendapatkan akses layak air minum dari SPAM jaringan perpipaan. Untuk mencapai 100% akses, Pemerintah mempublikasikan kebutuhan biaya total sebesar Rp253,85 triliun (2015–2019) yang bersumber dari berbagai pendanaan. Untuk alokasi APBD sendiri biasanya tertuang pada Rencana Aksi Daerah Penyediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Kabupaten/Kota.

Sumber Pembiayaan SPAM Semarang Barat

        Proyek SPAM Semarang Barat dengan kapasitas 1.000 liter per detik tersebut menelan biaya sebesar Rp 1,3 triliun, di antaranya menggunakan dana dengan rincian: Investasi Rp. 480.000.000.000, APBN Rp. 400.000.000.000 APBN dan PDAM Tirta Moedal Rp.420.000.000.000. (http://ciptakarya.pu.go.id, 2020).

Dana APBN dapat digunakan untuk mengembangkan sistem air baku dan pengembangan jaringan distribusi untuk MBR. Penyertaan pemerintah tampaknya merupakan alternatif yang paling dimungkinkan dilihat dari konsekuensi pendanaan terhadap kondisi keuangan PDAM. Mempertimbangkan besarnya dan kebutuhan investasi, maka sepertinya perlu untuk mengadakan perjanjian lebih lanjut antara PDAM, Pemerintah Kota, dan Pemerintah Provinsi terkait dengan sumber pendanaan yang mampu dan harus disediakan masing-masing pihak. Karena secara finansial kemampuan PDAM belum mampu untuk menanggung besarnya alokasi investasi yang dibebankan kepadanya. 

SPAM Semarang barat merupakan salah satu proyek strategis nasional. sesuai dengan fokus pemerintah, maka percepatan pembangunan infrastruktur secara merata sampai saat ini merupakan hal yang diutamakan oleh pemerintah pusat. Oleh karena itu pemerintah pusat tidak segan memberikan dana segar sejumlah kurang lebih 400 miliar dari APBN (http://ciptakarya.pu.go.id, 2020). Hal ini juga dikarenakan harapan pemerintah pusat agar proyek pembangunan SPAM Semarang barat ini bisa menjadi role model PDAM seluruh indonesia. 

 Dana APBD dapat digunakan untuk pengembangan sistem distribusi sampai pelayanan. Kinerja keuangan daerah dapat dilihat dari struktur APBD yang dimilikinya. Kemampuan kas pemerintah kota semarang dalam melakukan penyertaan modal dapat dilihat dari besarnya pengeluaran pembiayaan dibanding surplus yang dicapainya. Tahun 2012 kondisi keuangan pemkot Semarang membaik, kondisi surplus juga ditambah dengan penerimaan pembiayaan yang lebih besar dari pada pengeluaran pembiayaan. Sehingga dapat disimpulkan Pemerintah kota Semarang mampu melakukan penyertaan modal.

Namun hal ini tentunya tidak bisa menjadi sumber pembiayaan utama dari proyek SPAM Semarang barat mengingat dana yang dibutuhkan sangat besar. Sehingga berdasarkan Rencana Aksi Daerah Penyediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Kota Semarang Tahun 2018-2022 dapat diketahui bahwa pemerintah kota semarang mengalokasikan dana APBN dan APBD kota semarang untuk Pembangunan SPAM sekitar Rp. 733.977.000.000. Hal ini terwujud dengan berdasarkan sumber-sumber pembiayaan SPAM Semarang barat, pihak pemkot menggelontorkan dana APBD sebesar 400 miliar (http://ciptakarya.pu.go.id, 2020).

Karena biaya proyek SPAM Semarang barat ini menghabiskan dana sekitar 1,3 Triliun Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam sambutannya pada peresmian proyek SPAM Semarang barat di Aula PDAM Tirta Moedal Semarang Tahun 2018 mengatakan bahwa di tengah keterbatasan anggaran negara, maka untuk mewujudkannya diperlukan sinergi positif antar pemerintah dengan badan usaha, dan skema KPBU merupakan solusi yang strategis.

Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa pembiayaan proyek SPAM Wilayah Semarang Barat ini masih bersifat non-konvensional dengan skema BOT (Built Operate Transfer) atau identik dengan KPBU ( Kerjasama Pemerintah Badan Usaha ). Untuk sumber APBD/APBN yang disalurkan oleh pemerintah hanya sebagai bentuk dukungan, bukan sebagai sumber utama pembiayaan pembangunan

Penggunaan Sumber Pembiayaan Non Konvensional ini sudah  banyak proyek strategis nasional yang sudah menggunakan konsep ini. Dalam Perpres Nomor 38 Tahun 2015 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur menyebutkan bahwa Konsep KPBU ini memiliki beberapa keuntungan, salah satunya adalah adanya pembagian pembiayaan antara pemerintah dengan badan usaha yang berhasil memenangkan lelang, sehingga beban biaya yang awalnya bertumpu ada APBD bisa sedikit bergeser ke pihak swasta. 

Pembiayaan Pembangunan Non-Konvensional untuk Pembangunan Infrastruktur di Kota Semarang


    Infrastruktur berperan penting dalam peningkatan dan pemerataan ekonomi sehingga penyediaanya haruslah efisien, efektif dan berkelanjutan (Chen & Bartle, 2017). Apalagi kebutuhan akan infrastruktur terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Sebagai salah satu kota metropolitan di Indonesia, Kota Semarang mengalami peningkatan pertumbuhan penduduk. Pada tahun 2012-2016, pertumbuhan penduduk Kota Semarang naik sebesar 2,8% (BPS, 2018). Hal ini menjadi tantangan bagi pemerintah karena berdampak pada lonjakan kebutuhan dan pelayanan infrastruktur.

    Semarang menjadi kota penting dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi serta investasi di Jawa Tengah. Dalam percepatan pertumbuhan investasi dan ekonomi, dibutuhkan anggaran senilai Rp 52 triliun dalam lima tahun ke depan. Anggaran ini, akan digunakan untuk membangun infrastruktur jalan, kawasan terintegrasi di pusat kota, area pengelolaan sampah, dan pemberdayaan wilayah pesisir.


Gambar Seminar Percepatan Infrastrtuktur Semarang
Sumber: (https://semarang.bisnis.com/read/20200224/536/1205065/semarang-disarankan-manfaatkan-alternatif-pembiayaan-infrastruktur, 2020

    Namun terdapat permasalahan umum terkait penyediaan infrastruktur di Kota Semarang. Permasalahan ini disebabkan kurangnya alokasi anggaran organisasi Pemerintah Daerah (OPD) dalam penyediaan infrastruktur dan sulitnya akses bantuan yang bersumber dari Pemerintah Pusat maupun Provinsi. Anggaran dari Pemerintah belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan pembiayaan infrastruktur di Kota Semarang. Selain itu pemerintah daerah lebih memprioritaskan sektor pendidikan dan kesehatan dalam pengalokasian anggaran. Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan besaran alokasi minimal anggaran wajib pendidikan sebesar 20% dari total APBD. Pembangunan infrastruktur memerlukan pembiayaan yang tidak sedikit sedangkan anggaran pemerintah sangat terbatas.

  Karena masalah keterbatasan anggaran ini, pemerintah perlu mengembangkan gagasan/inovasi pembiayaan melalui instrumen rencana pembangunan infrastruktur untuk memenuhi kebutuhan finansial dalam meningkatkan pelayanan infrastruktur, salah satunya adalah dengan menerapkan skema pembiayaan non-anggaran pemerintah atau pembiayaan non-konvensional yaitu melibatkan sektor publik atau swasta dalam pembangunan infrastruktur.

    Berdasarkan hasil beberapa seminar yang dilakukan pada awal tahun 2020, dari pihak Pemerintah Kota Semarang sendiri maupun para akademisi sepakat menyarankan untuk menggunakan pembiayaan non-konvensional/pemerintah sebagai solusi masalah keterbatasan anggaran pembiayaan pembangunan Infrastruktur di Kota Semarang. Penulis setuju dengan solusi tersebut karena dari alokasi belanja proyek infrastruktur saat ini masih rendah sedangkan kebutuhan akan pembangunan infrastruktur di Semarang sangatlah besar. Perbandingan proyeksi struktur pendapatan pemerintah dengan jumlah kebutuhan infrastruktur pada tahun 2020 terdapat selisih atau gap pembiayaan sebesar Rp.148.205.74.000,- . APBD hanya dapat digunakan sesuai rencana dan tidak dapat ditambah lagi, juga APBD hanya disahkan satu tahun sekali. Maka sebagai alternatif untuk menyelesaikan masalah ini adalah memanfaatkan skema pembiayaan non-pemerintah. 

    Ada beberapa instrumen pembiayaan non-konvensional atau non-pemerintah yang dapat diterapkan di Semarang dan beberapa pernah diterapkan sebelumnya, contohnya  KPBU, CSR dan Filantropi, pinjaman daerah dan obligasi, manajemen asset, PINA, join venture, dan linkage. Selagi terdapat regulasi yang jelas, dan tidak melanggar hukum maka sah-sah saja untuk menggunakan alternatif pembiayaan non-pemerintah, namun juga perlu melihat beberapa kriteria untuk menentukan instrumen mana yang cocok untuk diterapkan di Kota Semarang. Dalam jurnal berjudul “Skema Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Non-Konvensional di Kota Semarang” peneliti sudah membuat skema tipologi pembiayaan non-konvensional/pemerintah berdasarkan kriteria kelayakan finansial dan ekonomi, serta nilai besaran investasi di Kota Semarang. Selanjutnya pada jurnal berjudul “Analisis Pembiayaan Non-Anggaran Pemerintah dalam Mendukung Pembangunan Infrastruktur di Indonesia” telah melakukan skoring terhadap instrumen pembiayaan non-konvensional/pemerintah yang paling berpotensi diterapkan dengan kriteria yang lebih lengkap dari penelitian sebelumnya seperti: ketersediaan regulasi, historis pelaksanaan, risiko pelaksanaan, keberlanjutan manfaat, manfaat sosial ekonomi, manfaat finansial, dan daya ungkit terhadap pembangunan. Didapatkan hasil bahwa yang sangat berpotensi untuk diterapkan, antara lain konsolidasi lahan, pinjaman daerah, obligasi, dan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Dididapatkan kesimpulan bahwa pembiayaan infrastruktur non-konvensional/pemerintah dapat diterapkan di Kota Semarang, dengan pemilihan instrumen yang akan dipilih oleh daerah disesuaikan dengan kemampuan dan kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Daerah dengan mempertimbangkan semua aspek. 

Referensi

Artiningsih, Artiningsih, et al. "Skema Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Non-Konvensional di Kota Semarang." Jurnal Riptek 13.2 (2019): 92-100. 

Putri, Nanda Cahyani, and Loveani Yastika Putri. "ANALISIS PEMBIAYAAN NON-ANGGARAN PEMERINTAH DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA." Jurnal Infrastruktur 6.2 (2020): 91-103. 

https://jateng.tribunnews.com/2020/02/19/kurang-alokasi-anggaran-penyediaan-infrastruktur-pemkot-semarang-diminta-cari-dana-non-pemerintah 

www.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel-dan-opini/pilihan-pembiayaan-infrastruktur-daerah-makin-luas/

https://radarsemarang.jawapos.com/berita/semarang/2020/02/24/pembangunan-infrastruktur-lima-tahun-ke-depan-butuh-rp-52-triliun/

https://jateng.tribunnews.com/2020/02/19/kurang-alokasi-anggaran-penyediaan-infrastruktur-pemkot-semarang-diminta-cari-dana-non-pemerintah

https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel-dan-opini/pilihan-pembiayaan-infrastruktur-daerah-makin-luas/ 


PAD sebagai Sumber Pembiayaan Pembangunan Sumatera Utara

Harapan pemerintah daerah untuk dapat membangun daerah berdasarkan kemampuan dan kehendak daerah sendiri ternyata dari tahun ke tahun semakin jauh dari kenyataan. Yang terjadi adalah ketergantuan fiskal dan subsidi serta bantuan pemerintah pusat sebagai wujud ketidakberdayaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Melihat kondisi sumber penerimaan di Sumatera Utara, PAD belum bisa diharapkan untuk dijadikan tumpuan dalam mencukupi kebutuhan dana untuk pengeluaran daerah. Untuk menghindari persoalan dalam era desentralisasi pada masa mendatang, Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara perlu melakukan upaya-upaya yang serius dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah yang bersumber dari PAD. Kondisi PAD di Sumatera Utara ditunjukkan dengan kontribusi hanya sekitar 25% dari penerimaan daerah Sumatera Utara.

Berdasarkan analisis dan pembahasan yang didapatkan dari studi literatur, ditemukan bahwa pajak daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemandirian fiskal Provinsi Sumatera Utara, sedangkan retribusi daerah tidak berpengaruh terhadap kemandirian fiskal Provinsi Sumatera Utara. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan (HPKD) berpengaruh terhadap kemandirian fiskal Provinsi Sumatera Utara, namun kontribusinya terhadap PAD dan total penerimaan daerah masih sangat kecil. Sumber-sumber pembiayaan pembangunan Provinsi Sumatera Utara masih bertumpu pada pajak daerah, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus, dimana sumber-sumber penerimaan daerah Provinsi Sumatera Utara belum optimal sehingga belum dapat menciptakan kemandirian fiskal. Berdasarkan studi literatur, diketahui bahwa sumber-sumber penerimaan daerah saat ini hanya pajak daerah yang memberikan kontribusi terbesar, namun secara umum sumber-sumber penerimaan daerah yang akan digunakan untuk pembiayaan pembangunan daerah di Provinsi Sumatera Utara masih belum optimal.

Menurut Koswara (1999), daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangannya sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya. Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, sehingga PAD khususnya pajak menjadi bagian sumber keuangan terbesar. Daerah diberikan hak untuk mendapatkan sumber keuangan yang antara lain berupa kepastian tersedianya pendanaan dari pemerintah sesuai dengan urusan pemerintah yang diserahkan; kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak dan retribusi daerah dan hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber daya yang ada di daerah dan dana perimbangan lainnya; hak untuk mengelola kekayaan daerah dan mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah serta sumber-sumber pembiayaan. Sehingga dapat dikatakan bahwa otonomi daerah memacu daerah untuk berupaya menggali potensi sumber-sumber keuangan asli daerah karena kebijakan otonomi daerah itu sendiri bertujuan untuk pembangunan dan memajukan daerah. 

Sebagai sumber keuangan terbesar, tentunya PAD harus mampu dalam menangani pembiayaan rencana pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah daerah setempat. Masih belum optimalnya upaya intensifikasi dan ekstensifikasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah menjadi salah satu penyebab minimnya pendapatan asli daerah. Sehingga strategi yang dirumuskan diharapkan bisa dihubungkan dengan program intensifikasi dan ekstentifikasi. Telah dirumuskan strategi dalam upaya peningkatan PAD sebagai sumber pembiayaan pembangunan daerah di Sumatera Utara, sebagai berikut :

  • Strategi Pengembangan Penerimaan Pajak Daerah, antara lain :
    1. Menaikkan tarif pajak untuk Pajak Kenderaan Bermotor;
    2. Meningkatkan penjualan kendaraan di atas air melalui pemberdayaan pariwisata; dan
    3. Peningkatan investasi.
  • Strategi Pengembangan Retribusi Daerah, antara lain :
    1. Penyederhanaan sistem dan prosedur pajak dan retribusi daerah; dan
    2. Peningkatan pengawasan terhadap penerimaan pajak baik terhadap wajib pajak maupun petugas pajak.
  • Strategi Pengembangan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Dipisahkan (HPKD), antara lain :
    1. Mempertahankan BUMD yang kinerjanya baik;
    2. Membentuk UU tentang BUMD;
    3. Meningkatkan atau menghentikan BUMD yang kinerjanya buruk;
    4. Menempatkan orang-orang yang profesional yang memiliki skill dan kompetensi sesuai bidang usaha BUMD yang digarap;
    5. Pemberian wewenang dan pendelegasian kebijakan yang lebih besar dan luas oleh pimpinan daerah kepada BUMD dalam operasionalnya; dan
    6. Mengatasi kelemahan internal dengan penetapan kembali core bisnis, likuidasi unit usaha yang selalu merugi. 

Strategi yang dirumuskan sudah sesuai dengan tujuan yaitu pengembangan potensi PAD sebagai sumber pembiayaan pembangunan daerah di Sumatera Utara dan tujuannya sama dengan program tersebut. Namun tak lupa, peninjauan lebih lanjut diperlukan untuk melihat apakah strategi tersebut akan membebani masyarakat atau tidak. Karena masyarakat juga merupakan tokoh penggerak dalam pembangunan, sehingga diperlukan strategi peningkatan PAD tanpa membebani mereka.


Referensi :

Simbolon, Ramadona dan Sri Elviani. 2017. Analisis Potensi Pendapatan Asli Daerah Sebagai Sumber Pembiayaan Pembangunan Daerah Sumatera Utara. Medan : Dinamika

LDSU.jpg (1493×1600) (bp.blogspot.com)

Sumber-sumber Pembiayaan SPAM Di Indonesia (Studi Kasus SPAM Semarang Barat)

Sumber Pembiayaan SPAM di Indonesia Sumber pembiayaan adalah cara yang digunakan untuk memperoleh sumber daya keuangan yang diperlukan dan...