Friday, July 9, 2021

Sumber-sumber Pembiayaan SPAM Di Indonesia (Studi Kasus SPAM Semarang Barat)

Sumber Pembiayaan SPAM di Indonesia



Sumber pembiayaan adalah cara yang digunakan untuk memperoleh sumber daya keuangan yang diperlukan dan melakukan aktivitas tertentu. Terdapat dua sumber pembiayaan pemerintah yaitu sumber pembiayaan pemerintah yang reguler dan sumber pembiayaan pemerintah yang non reguler. (Ismanto, 2018) Ada beberapa sumber pembiayaan yang memungkinkan untuk proyek SPAM (Sudarsono, R. A., & Nurkholis, 2020) Yaitu :

A. Anggaran  Pendapatan  dan  Belanja  Negara (APBN)

APBN, untuk pengembangan SPAM diperuntukkan bagi pengembangan SPAM di perkotaan dan perdesaan, meliputi: (i) pembangunan sistem baru (karena sistem belum tersedia di wilayah tersebut atau sudah ada, namun kapasitas yang ada sudah tidak mencukupi); (ii) peningkatan kapasitas sistem (modifikasi unit komponen sistem yang sudah terbangun untuk meningkatkan kapasitas); dan (iii) perluasan cakupan pelayanan (melalui pengembangan jaringan distribusi).

B. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

APBD, provinsi maupun kabupaten/kota mengalokasikan anggaran pengembangan SPAM antara lain melalui penyertaan modal kepada PDAM. Bentuk pengembangan SPAM yang dapat dilakukan dengan APBD lebih fleksibel, yaitu sebagaimana pengembangan dengan APBN serta pengembangan jaringan distribusi hingga unit pelayanan di pelanggan.

C. Dana Alokasi Khusus (DAK)

Pengembangan SPAM yang dapat didanai DAK meliputi: (i) perluasan SPAM jaringan perpipaan melalui pemanfaatan kapasitas yang belum termanfaatkan; (ii) pembangunan baru bagi daerah yang belum memiliki layanan air minum (baik SPAM perpipaan maupun non perpipaan terlindungi); dan (iii) penambahan kapasitas dari sistem yang telah terbangun

D. Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Rencana Kerja Anggaran (RKA) Pinjaman Luar Negeri disusun sebagai bagian dari Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKAKL) APBN. Dengan demikian, pengembangan SPAM yang didanai dari Pinjaman Luar Negeri meliputi kegiatan sebagaimana yang dapat didanai oleh APBN

E. Pinjaman Perbankan

Pinjaman perbankan bagi PDAM dilakukan berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 29 Tahun 2009 tentang Pemberian Jaminan dan Subsidi Bunga oleh Pemerintah Pusat dalam Rangka Percepatan Penyediaan Air Minum. Pemerintah memfasilitasi pelaksanaan program dengan persyaratan kinerja PDAM sehat, memiliki tarif FCR, tidak ada utang atau bagi PDAM yang memiliki tunggakan wajib mengikuti program restrukturisasi, dan mendapat persetujuan Menteri Keuangan.

F. Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU)

Perpres Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur menyatakan bahwa Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dapat bekerja sama dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur melalui skema KPBU. Komponen SPAM yang dapat dikerjasamakan dengan Badan Usaha umumnya adalah pembangunan unit produksi (instalasi pengolahan air minum), namun tidak menutup kemungkinan kerja sama pada pembangunan komponen lain yang menarik minat badan usaha untuk berinvestasi dalam pengembangan SPAM tersebut

G. Corporate Social Responsibility (CSR)

Pengembangan SPAM menggunakan dana CSR dapat berupa pembangunan sistem baru maupun pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan SPAM

H. Investasi PDAM

Untuk meningkatkan pelayanan dan/atau memperluas cakupan layanan, PDAM dapat menginvestasikan dana internal PDAM yang berasal dari laba perusahaan. Aset yang disetor tersebut selanjutnya akan menambah ekuitas PDAM.

Dalam pembangunan SPAM terdapat alokasi dana dari pemerintah pusat maupun daerah yaitu berupa APBN dan APBD hal ini berkaitan dengan RPJMN 2015–2019 menargetkan pencapaian 100% akses layak air minum pada akhir tahun 2019, artinya seluruh masyarakat Indonesia akan mendapatkan akses layak air minum dari SPAM jaringan perpipaan. Untuk mencapai 100% akses, Pemerintah mempublikasikan kebutuhan biaya total sebesar Rp253,85 triliun (2015–2019) yang bersumber dari berbagai pendanaan. Untuk alokasi APBD sendiri biasanya tertuang pada Rencana Aksi Daerah Penyediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Kabupaten/Kota.

Sumber Pembiayaan SPAM Semarang Barat

        Proyek SPAM Semarang Barat dengan kapasitas 1.000 liter per detik tersebut menelan biaya sebesar Rp 1,3 triliun, di antaranya menggunakan dana dengan rincian: Investasi Rp. 480.000.000.000, APBN Rp. 400.000.000.000 APBN dan PDAM Tirta Moedal Rp.420.000.000.000. (http://ciptakarya.pu.go.id, 2020).

Dana APBN dapat digunakan untuk mengembangkan sistem air baku dan pengembangan jaringan distribusi untuk MBR. Penyertaan pemerintah tampaknya merupakan alternatif yang paling dimungkinkan dilihat dari konsekuensi pendanaan terhadap kondisi keuangan PDAM. Mempertimbangkan besarnya dan kebutuhan investasi, maka sepertinya perlu untuk mengadakan perjanjian lebih lanjut antara PDAM, Pemerintah Kota, dan Pemerintah Provinsi terkait dengan sumber pendanaan yang mampu dan harus disediakan masing-masing pihak. Karena secara finansial kemampuan PDAM belum mampu untuk menanggung besarnya alokasi investasi yang dibebankan kepadanya. 

SPAM Semarang barat merupakan salah satu proyek strategis nasional. sesuai dengan fokus pemerintah, maka percepatan pembangunan infrastruktur secara merata sampai saat ini merupakan hal yang diutamakan oleh pemerintah pusat. Oleh karena itu pemerintah pusat tidak segan memberikan dana segar sejumlah kurang lebih 400 miliar dari APBN (http://ciptakarya.pu.go.id, 2020). Hal ini juga dikarenakan harapan pemerintah pusat agar proyek pembangunan SPAM Semarang barat ini bisa menjadi role model PDAM seluruh indonesia. 

 Dana APBD dapat digunakan untuk pengembangan sistem distribusi sampai pelayanan. Kinerja keuangan daerah dapat dilihat dari struktur APBD yang dimilikinya. Kemampuan kas pemerintah kota semarang dalam melakukan penyertaan modal dapat dilihat dari besarnya pengeluaran pembiayaan dibanding surplus yang dicapainya. Tahun 2012 kondisi keuangan pemkot Semarang membaik, kondisi surplus juga ditambah dengan penerimaan pembiayaan yang lebih besar dari pada pengeluaran pembiayaan. Sehingga dapat disimpulkan Pemerintah kota Semarang mampu melakukan penyertaan modal.

Namun hal ini tentunya tidak bisa menjadi sumber pembiayaan utama dari proyek SPAM Semarang barat mengingat dana yang dibutuhkan sangat besar. Sehingga berdasarkan Rencana Aksi Daerah Penyediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Kota Semarang Tahun 2018-2022 dapat diketahui bahwa pemerintah kota semarang mengalokasikan dana APBN dan APBD kota semarang untuk Pembangunan SPAM sekitar Rp. 733.977.000.000. Hal ini terwujud dengan berdasarkan sumber-sumber pembiayaan SPAM Semarang barat, pihak pemkot menggelontorkan dana APBD sebesar 400 miliar (http://ciptakarya.pu.go.id, 2020).

Karena biaya proyek SPAM Semarang barat ini menghabiskan dana sekitar 1,3 Triliun Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam sambutannya pada peresmian proyek SPAM Semarang barat di Aula PDAM Tirta Moedal Semarang Tahun 2018 mengatakan bahwa di tengah keterbatasan anggaran negara, maka untuk mewujudkannya diperlukan sinergi positif antar pemerintah dengan badan usaha, dan skema KPBU merupakan solusi yang strategis.

Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa pembiayaan proyek SPAM Wilayah Semarang Barat ini masih bersifat non-konvensional dengan skema BOT (Built Operate Transfer) atau identik dengan KPBU ( Kerjasama Pemerintah Badan Usaha ). Untuk sumber APBD/APBN yang disalurkan oleh pemerintah hanya sebagai bentuk dukungan, bukan sebagai sumber utama pembiayaan pembangunan

Penggunaan Sumber Pembiayaan Non Konvensional ini sudah  banyak proyek strategis nasional yang sudah menggunakan konsep ini. Dalam Perpres Nomor 38 Tahun 2015 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur menyebutkan bahwa Konsep KPBU ini memiliki beberapa keuntungan, salah satunya adalah adanya pembagian pembiayaan antara pemerintah dengan badan usaha yang berhasil memenangkan lelang, sehingga beban biaya yang awalnya bertumpu ada APBD bisa sedikit bergeser ke pihak swasta. 

Pembiayaan Pembangunan Non-Konvensional untuk Pembangunan Infrastruktur di Kota Semarang


    Infrastruktur berperan penting dalam peningkatan dan pemerataan ekonomi sehingga penyediaanya haruslah efisien, efektif dan berkelanjutan (Chen & Bartle, 2017). Apalagi kebutuhan akan infrastruktur terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Sebagai salah satu kota metropolitan di Indonesia, Kota Semarang mengalami peningkatan pertumbuhan penduduk. Pada tahun 2012-2016, pertumbuhan penduduk Kota Semarang naik sebesar 2,8% (BPS, 2018). Hal ini menjadi tantangan bagi pemerintah karena berdampak pada lonjakan kebutuhan dan pelayanan infrastruktur.

    Semarang menjadi kota penting dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi serta investasi di Jawa Tengah. Dalam percepatan pertumbuhan investasi dan ekonomi, dibutuhkan anggaran senilai Rp 52 triliun dalam lima tahun ke depan. Anggaran ini, akan digunakan untuk membangun infrastruktur jalan, kawasan terintegrasi di pusat kota, area pengelolaan sampah, dan pemberdayaan wilayah pesisir.


Gambar Seminar Percepatan Infrastrtuktur Semarang
Sumber: (https://semarang.bisnis.com/read/20200224/536/1205065/semarang-disarankan-manfaatkan-alternatif-pembiayaan-infrastruktur, 2020

    Namun terdapat permasalahan umum terkait penyediaan infrastruktur di Kota Semarang. Permasalahan ini disebabkan kurangnya alokasi anggaran organisasi Pemerintah Daerah (OPD) dalam penyediaan infrastruktur dan sulitnya akses bantuan yang bersumber dari Pemerintah Pusat maupun Provinsi. Anggaran dari Pemerintah belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan pembiayaan infrastruktur di Kota Semarang. Selain itu pemerintah daerah lebih memprioritaskan sektor pendidikan dan kesehatan dalam pengalokasian anggaran. Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan besaran alokasi minimal anggaran wajib pendidikan sebesar 20% dari total APBD. Pembangunan infrastruktur memerlukan pembiayaan yang tidak sedikit sedangkan anggaran pemerintah sangat terbatas.

  Karena masalah keterbatasan anggaran ini, pemerintah perlu mengembangkan gagasan/inovasi pembiayaan melalui instrumen rencana pembangunan infrastruktur untuk memenuhi kebutuhan finansial dalam meningkatkan pelayanan infrastruktur, salah satunya adalah dengan menerapkan skema pembiayaan non-anggaran pemerintah atau pembiayaan non-konvensional yaitu melibatkan sektor publik atau swasta dalam pembangunan infrastruktur.

    Berdasarkan hasil beberapa seminar yang dilakukan pada awal tahun 2020, dari pihak Pemerintah Kota Semarang sendiri maupun para akademisi sepakat menyarankan untuk menggunakan pembiayaan non-konvensional/pemerintah sebagai solusi masalah keterbatasan anggaran pembiayaan pembangunan Infrastruktur di Kota Semarang. Penulis setuju dengan solusi tersebut karena dari alokasi belanja proyek infrastruktur saat ini masih rendah sedangkan kebutuhan akan pembangunan infrastruktur di Semarang sangatlah besar. Perbandingan proyeksi struktur pendapatan pemerintah dengan jumlah kebutuhan infrastruktur pada tahun 2020 terdapat selisih atau gap pembiayaan sebesar Rp.148.205.74.000,- . APBD hanya dapat digunakan sesuai rencana dan tidak dapat ditambah lagi, juga APBD hanya disahkan satu tahun sekali. Maka sebagai alternatif untuk menyelesaikan masalah ini adalah memanfaatkan skema pembiayaan non-pemerintah. 

    Ada beberapa instrumen pembiayaan non-konvensional atau non-pemerintah yang dapat diterapkan di Semarang dan beberapa pernah diterapkan sebelumnya, contohnya  KPBU, CSR dan Filantropi, pinjaman daerah dan obligasi, manajemen asset, PINA, join venture, dan linkage. Selagi terdapat regulasi yang jelas, dan tidak melanggar hukum maka sah-sah saja untuk menggunakan alternatif pembiayaan non-pemerintah, namun juga perlu melihat beberapa kriteria untuk menentukan instrumen mana yang cocok untuk diterapkan di Kota Semarang. Dalam jurnal berjudul “Skema Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Non-Konvensional di Kota Semarang” peneliti sudah membuat skema tipologi pembiayaan non-konvensional/pemerintah berdasarkan kriteria kelayakan finansial dan ekonomi, serta nilai besaran investasi di Kota Semarang. Selanjutnya pada jurnal berjudul “Analisis Pembiayaan Non-Anggaran Pemerintah dalam Mendukung Pembangunan Infrastruktur di Indonesia” telah melakukan skoring terhadap instrumen pembiayaan non-konvensional/pemerintah yang paling berpotensi diterapkan dengan kriteria yang lebih lengkap dari penelitian sebelumnya seperti: ketersediaan regulasi, historis pelaksanaan, risiko pelaksanaan, keberlanjutan manfaat, manfaat sosial ekonomi, manfaat finansial, dan daya ungkit terhadap pembangunan. Didapatkan hasil bahwa yang sangat berpotensi untuk diterapkan, antara lain konsolidasi lahan, pinjaman daerah, obligasi, dan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Dididapatkan kesimpulan bahwa pembiayaan infrastruktur non-konvensional/pemerintah dapat diterapkan di Kota Semarang, dengan pemilihan instrumen yang akan dipilih oleh daerah disesuaikan dengan kemampuan dan kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Daerah dengan mempertimbangkan semua aspek. 

Referensi

Artiningsih, Artiningsih, et al. "Skema Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Non-Konvensional di Kota Semarang." Jurnal Riptek 13.2 (2019): 92-100. 

Putri, Nanda Cahyani, and Loveani Yastika Putri. "ANALISIS PEMBIAYAAN NON-ANGGARAN PEMERINTAH DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA." Jurnal Infrastruktur 6.2 (2020): 91-103. 

https://jateng.tribunnews.com/2020/02/19/kurang-alokasi-anggaran-penyediaan-infrastruktur-pemkot-semarang-diminta-cari-dana-non-pemerintah 

www.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel-dan-opini/pilihan-pembiayaan-infrastruktur-daerah-makin-luas/

https://radarsemarang.jawapos.com/berita/semarang/2020/02/24/pembangunan-infrastruktur-lima-tahun-ke-depan-butuh-rp-52-triliun/

https://jateng.tribunnews.com/2020/02/19/kurang-alokasi-anggaran-penyediaan-infrastruktur-pemkot-semarang-diminta-cari-dana-non-pemerintah

https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel-dan-opini/pilihan-pembiayaan-infrastruktur-daerah-makin-luas/ 


PAD sebagai Sumber Pembiayaan Pembangunan Sumatera Utara

Harapan pemerintah daerah untuk dapat membangun daerah berdasarkan kemampuan dan kehendak daerah sendiri ternyata dari tahun ke tahun semakin jauh dari kenyataan. Yang terjadi adalah ketergantuan fiskal dan subsidi serta bantuan pemerintah pusat sebagai wujud ketidakberdayaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Melihat kondisi sumber penerimaan di Sumatera Utara, PAD belum bisa diharapkan untuk dijadikan tumpuan dalam mencukupi kebutuhan dana untuk pengeluaran daerah. Untuk menghindari persoalan dalam era desentralisasi pada masa mendatang, Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara perlu melakukan upaya-upaya yang serius dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah yang bersumber dari PAD. Kondisi PAD di Sumatera Utara ditunjukkan dengan kontribusi hanya sekitar 25% dari penerimaan daerah Sumatera Utara.

Berdasarkan analisis dan pembahasan yang didapatkan dari studi literatur, ditemukan bahwa pajak daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemandirian fiskal Provinsi Sumatera Utara, sedangkan retribusi daerah tidak berpengaruh terhadap kemandirian fiskal Provinsi Sumatera Utara. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan (HPKD) berpengaruh terhadap kemandirian fiskal Provinsi Sumatera Utara, namun kontribusinya terhadap PAD dan total penerimaan daerah masih sangat kecil. Sumber-sumber pembiayaan pembangunan Provinsi Sumatera Utara masih bertumpu pada pajak daerah, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus, dimana sumber-sumber penerimaan daerah Provinsi Sumatera Utara belum optimal sehingga belum dapat menciptakan kemandirian fiskal. Berdasarkan studi literatur, diketahui bahwa sumber-sumber penerimaan daerah saat ini hanya pajak daerah yang memberikan kontribusi terbesar, namun secara umum sumber-sumber penerimaan daerah yang akan digunakan untuk pembiayaan pembangunan daerah di Provinsi Sumatera Utara masih belum optimal.

Menurut Koswara (1999), daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangannya sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya. Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, sehingga PAD khususnya pajak menjadi bagian sumber keuangan terbesar. Daerah diberikan hak untuk mendapatkan sumber keuangan yang antara lain berupa kepastian tersedianya pendanaan dari pemerintah sesuai dengan urusan pemerintah yang diserahkan; kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak dan retribusi daerah dan hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber daya yang ada di daerah dan dana perimbangan lainnya; hak untuk mengelola kekayaan daerah dan mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah serta sumber-sumber pembiayaan. Sehingga dapat dikatakan bahwa otonomi daerah memacu daerah untuk berupaya menggali potensi sumber-sumber keuangan asli daerah karena kebijakan otonomi daerah itu sendiri bertujuan untuk pembangunan dan memajukan daerah. 

Sebagai sumber keuangan terbesar, tentunya PAD harus mampu dalam menangani pembiayaan rencana pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah daerah setempat. Masih belum optimalnya upaya intensifikasi dan ekstensifikasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah menjadi salah satu penyebab minimnya pendapatan asli daerah. Sehingga strategi yang dirumuskan diharapkan bisa dihubungkan dengan program intensifikasi dan ekstentifikasi. Telah dirumuskan strategi dalam upaya peningkatan PAD sebagai sumber pembiayaan pembangunan daerah di Sumatera Utara, sebagai berikut :

  • Strategi Pengembangan Penerimaan Pajak Daerah, antara lain :
    1. Menaikkan tarif pajak untuk Pajak Kenderaan Bermotor;
    2. Meningkatkan penjualan kendaraan di atas air melalui pemberdayaan pariwisata; dan
    3. Peningkatan investasi.
  • Strategi Pengembangan Retribusi Daerah, antara lain :
    1. Penyederhanaan sistem dan prosedur pajak dan retribusi daerah; dan
    2. Peningkatan pengawasan terhadap penerimaan pajak baik terhadap wajib pajak maupun petugas pajak.
  • Strategi Pengembangan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Dipisahkan (HPKD), antara lain :
    1. Mempertahankan BUMD yang kinerjanya baik;
    2. Membentuk UU tentang BUMD;
    3. Meningkatkan atau menghentikan BUMD yang kinerjanya buruk;
    4. Menempatkan orang-orang yang profesional yang memiliki skill dan kompetensi sesuai bidang usaha BUMD yang digarap;
    5. Pemberian wewenang dan pendelegasian kebijakan yang lebih besar dan luas oleh pimpinan daerah kepada BUMD dalam operasionalnya; dan
    6. Mengatasi kelemahan internal dengan penetapan kembali core bisnis, likuidasi unit usaha yang selalu merugi. 

Strategi yang dirumuskan sudah sesuai dengan tujuan yaitu pengembangan potensi PAD sebagai sumber pembiayaan pembangunan daerah di Sumatera Utara dan tujuannya sama dengan program tersebut. Namun tak lupa, peninjauan lebih lanjut diperlukan untuk melihat apakah strategi tersebut akan membebani masyarakat atau tidak. Karena masyarakat juga merupakan tokoh penggerak dalam pembangunan, sehingga diperlukan strategi peningkatan PAD tanpa membebani mereka.


Referensi :

Simbolon, Ramadona dan Sri Elviani. 2017. Analisis Potensi Pendapatan Asli Daerah Sebagai Sumber Pembiayaan Pembangunan Daerah Sumatera Utara. Medan : Dinamika

LDSU.jpg (1493×1600) (bp.blogspot.com)

Thursday, January 14, 2021

Pariwisata di Tengah Pandemi (Coban Rondo, kabupaten Malang)

 

Pariwisata merupakan salah saktor sektor yang medapatkan dampak terbesar akibat COVID-19. Ini dibuktikan dengan menurunya permintaan wisatawan domestik maupun mancanegara. Indonesia merasakan dampaknya karena merupakan salah satu pilihan tujuan wisata. Pandemi menyebabkan penurunan pendapatan negara yang berasal dari pariwisata. Penyebab penurunan pariwisata juga diakibatkan pembatasan atau yang biasa disebut dengan PSBB dalam upaya mencegah COVID-19. Hal-hal yang terkena dampak seperti PAD (Pendapatan Asli Negara), devisa negara, dan juga pendapatan masyarakat yang hidupnya sangat dipengaruhi oleh pariwisata juga mendapatkan kerugian. Secara keseluruhan pandemi memberikan dampak signifikan pada lebih dari 10 ribu perusahaan di sektor pariwisata.

Namun secara perlahan, tentunya para pelaku industri pariwisata berusaha untuk mulai membangkitkan pariwisata dengan menerapkan berbagai strategi dan menyesuaikan dengan protokol kesehatan yang ada. Sejumlah strategi telah dilakukan untuk merevitalisasi gairah pariwisata sekaligus beradaptasi dengan kondisi pandemi saat ini. Kemenparekraf pada 26-28 November 2020 di Bali sempat menggelar Rapat Koordinasi Nasional membahas amplifikasi kebijakan, program serta langkah rekativasi dan pemulihan pariwisata dan ekonomi kreatif yang berdampak akibat pandemi COVID-19. dr. Terawan yang ssat itu masih menjuabat sebagai Menteri Kesehatan mengatakan kegiatan ekonomi perlu dijalankan mengingat masyarakat perlu mendapat kesempatan untuk berusaha, namun tetap mengutamakan protokol kesehatan yang mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/382/2020 tentang Protokol Kesehatan Bagi Masyarakat di Tempat Fasilitas Umum Dalam Rangka Pencegahan dan Pengendalian COVID-19.

Coban Rondo

Salah satu daya tarik wisata yang masih menjalankan operasional pariwisata di tengah pandemi COVID-19 adalah Wisata Coban Rondo yang berlokasi di Kabupaten Malang. Wisata Coban Rondo adalah salah satu tujuan wisata alam yang cukup terkenal di Kabupaten Malang. Wisata Coban Rondo telah dibuka kembali sekitar bulan Juli 2020 setelah sebelumnya tutup sementara akibat pandemi yang mulai menyebar di Indonesia, pembukaan kembali wisata Coban Rondo ini telah mengantongi izin dari Disparbud Kabupaten Malang. Wisata Coban Rondo mendapatkan izin ini setelah pihak pengelola yaitu PT. Perhutani Alam Wisata mengirimkan surat dengan tembusan ke Bupati Kabupaten malang terkait persiapan untuk kembali membuka lokasi wisata. Lalu pihak Disparbud akan melakukan peninjauan langsung ke lokasi wisata yang mengajukan izin. Mereka akan mengecek kelayakan tempat wisata itu untuk beroperasi kembali. Agar bisa melewati tahap ini, pengelola harus memprioritaskan penerapan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran Covid-19. Selain penggunaan masker dan jaga jarak untuk seluruh pengunjung dan karyawan, di kawasan wisata juga harus ada tempat cuci tangan memakai sabun.




Wisata Coban Rondo masih menjadi daya tarik wisata yang diminati oleh wisatawan berbekal nama yang sudah terkenal. Namun tak bisa dipungkiri, pandemi Covid-19 telah menurunkan jumlah pengunjung secara signifikan. Jika dulu ada ribuan pengunjung, sekarang hanya ratusan. Saat ini, rata-rata 300 hingga 500 pengunjung pada hari biasa dan 700 hingga 1000 pengunjung pada akhir pekan. Wisata Coban Rondo tak hanya menyajikan air terjun sebagai atraksi utama, namun juga memiliki atraksi lain yang tak kalah menarik seperti Kebun Mawar, kebun Organiki, Labirin, panahan, menembak, flying fox, beberapa taman dan spot swafoto. Coban Rondo sudah memiliki fasilitas yang lengkap dan memadai. Terkait dengan pandemi COVID-19, terdapat arahan melalui Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/382/2020 yang mengaharuskan para pelaku wisata menyediakan fasilitas pencegahan dan pengendalian COVID-19, Wisata Coban Rondo sudah menjalankannya. Tiap sudut atraksi wisata di Coban Rondo, pengelola sudah menyiapkan tempat cuci tangan dengan sabun. Di pintu gerbang masukpun terdapat penanda jaga jarak dan mengharuskan para wiatawan unbtuk mengecek suhu tubuh.

Kesiapan pencegahan COVID-19 dengan menerapkan protokol kesehatan oleh Wisata Coban Rondo telah dilakukan sangat baik dan maksimal oleh para pengelola, dibuktikan dengan diraihnya Wisata Alam Terbaik II di East Java Tourism Award. hasil ini juga mendapatkan apresiasi tersendiri dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Malang. Nominasi ini diajukan oleh Kadisparbud Kabupaten Malang. Pemilihan wisata berdasarkan segi kesiapan protokol kesehatan. Wisata Coban Rondo dipilih karena dinilai paling siap menerapkan protokol kesehatan, juga dalam hal kebersihan, kesehatan, dan keamanan. "Dan kita memasukkan wisata yang sesuai dengan disarankan oleh panitia. Kita memilih dan memilah sambil berkoordinasi dengan pengelola wisatanya apakah siap atau tidak," ungkap Kadisparbud Kabupaten Malang. Melalui prestasi ini, diharapkan pengelola wisata lain agar menyiapkan protokol kesehatan secara maksimal, agar para wisatawan tak takut kembali untuk datang ke tempat wisata tersebut. Setelah wisatawan tidak takut lagi untuk datang ke tempat wisata, maka tempat wisata tersebut nantinya akan kembali ramai lagi dan dapat memulihkan pendapatan yang sebelumnya menurun drastis

Clungup Mangrove Conservation (CMC) Tiga Warna, Kontribusi untuk Bumi

Dengan nama yang kini terdengar cukup populer, Clungup Mangrove Conservation (CMC) Tiga Warna merupakan kawasan ekowisata bahari yang terletak di pesisir selatan Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Kawasan ini memiliki luas sebesar 117 Ha dan dikelola oleh oleh masyarakat lokal Sendang Biru yang tergabung dalam Yayasan Bhakti Alam Sendang Biru. CMC Tiga Warna merupakan destinasi wisata yang menerapkan sistem Sustainable Tourism atau pariwisata berkelanjutan dengan tiga pilar, yaitu nilai ekologi (menghutankan kembali mangrove dan merehabilitasi terumbu karang, dan ditetapkan menjadi Marine Protected Area atau MPA), peningkatan nilai sosial sumber daya manusia, dan perningkatan ekonomi masyarakat. Mengutip penjelasan dari Founder Yayasan Bhakti Alam Sendang Biru, “Konsep pariwisata berkelanjutan ini adalah dasar dari kami untuk membentuk brand Clungup Mangrove Conservation. Jadi kami ingin menjual destinasi wisata sekaligus berkampanye untuk lingkungan. Karena dalam konsep pariwisata berkelanjutan ada beberapa unsur yang harus dilakukan, salah satunya adalah konservasi dan ecotourism, maka dari situlah kami menamai wisata ini sebagai Clungup Mangrove Conservation dengan embel-embel terbaru adalah Ecotourism Site. Selain itu, di Kabupaten Malang sendiri belum ada destinasi wisata yang menerapkan prinsip ekowisata dengan alur masuk yang cukup rumit bagi beberapa mass tourism, tapi kami jamin bahwa di dalam pantai pengunjung dapat menikmati setiap proses perjalanan serta atraksi dan membawa cerita pengalaman sendiri saat setelah berkunjung kemari”.

Kawasan CMC Tiga Warna terbagi menjadi dua area konservasi yang menjadi karakteristik dari destinasi wisata, yaitu area konservasi Mangrove yang terletak di Pantai Clungup dan Pantai Gatra, serta area konservasi terumbu karang yang terletak di Pantai Sapana, Pantai Mini, Pantai Batu Pecah, dan Pantai Tiga Warna. Kawasan destinasi ekowisata bahari CMC Tiga Warna ini merupakan perpaduan antara hutan mangrove yang menyatu dengan area perlindungan bawah laut. Karakteristik tersebut membangun suasana menyatu dengan alam, jauh dari kebisingan, dan sangat layak dijadikan sebagai destinasi wisata dengan keramahan lingkungan serta kebermanfaatannya untuk perlindungan alam dan masyarakat. Sehingga, kawasan ini menerapkan konsep sistem pengelolaan, berupa reservasi dengan jumlah maksimal 100 wisatawan per hari dalam kurun waktu dua jam, penetapan hari libur kunjungan mingguan, semster dan tahunan untuk memelihara ekologi destinasi konservasi dan ekowisata CMC Tiga Warna, serta pemberlakuan sistem checklist barang bawaan yang berpotensi menjadi sampah bagi wisatawan ketika masuk dan keluar. Sistem checklist ini diterapkan untuk menjaga kebersihan kawasan, terutama sampah non organik yang sangat sulit terurai.

Aksesibilitas untuk menuju kawasan CMC Tiga Warna dapat dikatakan cukup baik karena berada di Jalus Lintas Selatan (JLS) dengan kondisi perkerasan jalan yang baik. Ketika sampai di pintu masuk, wisatawan akan ditemani oleh pemandu wisata selama perjalanan dengan berjalan kaki. Dalam rangka menjelajahi destinasi wisata CMC Tiga Warna yang luas, pihak pengelola menyediakan beberapa atraksi yang berbeda di setiap pantai bagi wisatawan. Wisatawan dapat menikmati pemandangan biota laut dengan atraksi snorkling dan diving di Pantai Tiga Warna, atau dengan atraksi kano di Pantai Gatra. Wisatawan juga dapat menikmati pemandangan laut dengan berlayar menggunakan perahu dari Pelabuhan Perikanan Pantai Pondokdadap. Bagi wisatawan yang memiliki ketertarikan dengan dunia memancing, CMC Tiga Warna memiliki fasilitas berupa unit rumah apung. Selain itu, apabila wisatawan masih ingin tinggal lebih lama di CMC Tiga Warna, wisatawan dapat mendirikan tenda untuk berkemah di Pantai Gatra. Kawasan destinasi ekowisata bahari ini juga dilengkapi dengan aminities berupa spot foto berlatar berlakang Pantai Tiga Warna, toilet di beberapa titik kawasan, warung makan, area parkir, dan tempat persampahan.

Satu tahun terakhir ini, Indonesia maupun dunia sedang dihebohkan oleh penyebaran virus Covid-19 yang memberikan dampak sangat luas dari berbagai sisi, baik ekonomi, sosial, dan lain-lain. CMC Tiga Warna pun tak luput terdampak oleh pandemi Covid-19. Semenjak 13 Juli 2020, Pemerintah Kabupaten Malang memutuskan untuk menutup daerah tujuan wisata pantai yang terletak di sepanjang Jalur Lintas Selatan (JLS), Kabupaten Malang untuk memutus mata rantai dan menekan penyebaran Covid-19. Penutupan sementara tersebut dilakukan karena kurangnya pengawasan dari petugas kepada para pengunjung dalam menerapkan protokol kesehatan. CMC Tiga Warna mulai menutup kunjungan untuk sementara sejak tanggal 26 Maret 2020. Namun, kini sebanyak 10 objek wisata di Kabupaten Malang telah diizinkan untuk dibuka kembali saat pandemi Covid-19 ini, salah satunya yaitu MC Tiga Warna, karena sudah mengantongi sertifikasi dari Disparbud Kabupaten Malang. Sertifikasi ini menyatakan bahwasanya CMC Tiga Warna telah memenuhi protokol kesehatan dan siap mentaati dan menerapkan berbagai aturan selama New Normal secara tertib supaya terhindar dari kluster baru Virus Covid-19. CMC Tiga Warna sendiri kembali menerima kunjungan pada tanggan 8 Agustus 2020 dengan tahapan reservasi seperti peraturan yang ada. Selama waktu penutupan sementara, pihak pengelola CMC Tiga Warna telah melakukan persiapan dan simulasi SOP untuk menghadapi masa new normal serta pemulihan ekosistem dan pembangunan nilai sosial. Namun, untuk kegiatan berkemah di Pantai Gatra masih belum dibuka kembali dikarenakan belum adanya izin oleh dinas terkait.

Terkait dengan protokol kesehatan CMC Tiga Warna, pihak pengelola akan memberikan file protokol kesehatan CMC Tiga Warna untuk calon wisatawan melalui media online. Ketika sampai di kawasan CMC Tiga warna, wisatawan dihimbau untuk mengenakan masker atau pelindung wajah, membawa hand sanitizer dengan kadar alkohol minimal 70%, dan sarung tangan jika dibutuhkan dalam menolong orang lain. Wajib dilakukan pengecekan suhu tubuh bagi wisatawan maupun kru yang bertugas. Bagi yang terdeteksi dengan suhu tubuh lebih dari 37,3oC dipersilahkan untuk istirahat selama 2 jam di pos satgas Covid-19, jika keadaan membaik maka dipersilahkan masuk, akan tetapi jika suhu badan tetap maka dilarang memasuki kawasan CMC Tiga Warna. Selain itu, dilakukan pula penyemprotan barang bawaan dan aturan physical distancing serta cuci tangan menggunakan sabun atau memakai hand sanitizer. Untuk kegiatan atraksi, wisatawan disarankan untuk menggunakan alat-alat pribadi yang memungkinkan untuk dibawa.

Referensi :

Sumber-sumber Pembiayaan SPAM Di Indonesia (Studi Kasus SPAM Semarang Barat)

Sumber Pembiayaan SPAM di Indonesia Sumber pembiayaan adalah cara yang digunakan untuk memperoleh sumber daya keuangan yang diperlukan dan...